Rabu, 10 Agustus 2016

Danau Ciharus: Dari Taman Inggris, Pagar Betis, hingga Hulu Citarum yang Tak tertulis


 
oleh: Pepep DW
Perkenalkan, hutan Ciharus, sebuah hutan yang di tengah-tengahnya terdapat sebuah danau yang lokasi kawasannya berada di bagian tenggara wilayah Bandung Raya.

Kawasan ini, menurut Wormser (1928) pernah disebut sebagai "Taman Inggris" yang dijadikan jalur pendakian saat jaman Hindia-Belanda untuk menuju Gunung Rakutak. Junghuhn diberitakan gagal mendaki Gunung Rakutak, pacet dan kerapatan hutannya yang lebat menjadi alasan utama pada masa itu.

Dalam konteks kosmologi manusia Sunda kawasan ini merupakan kawasan sakral di mana Ciharus menjadi pusat hulu (kepala) yang dikelilingi oleh dinding Gunung Rakutak, Kamasan, Dogdog, Kendeng, dan Sang[g]ar.

Ketika jaman terus bergerak dari kultur masyarakat Sunda yang mendiami dataran tinggi kemudian menjadikan gunung sebagai tetengger (tanda/patok) "nagara", kemudian memasuki era kolonial hingga kemerdekaan, dan pascakemerdekaan, wilayah ini syarat akan makna, baik sebagai artefak sejarah maupun sebagai lokus sejarah.

Di kawasan lengkob antara Gunung Rakutak dan Gunung Sang[g]ar, tepatnya di Lembah Handeuleum, seorang tokoh besar yang mengalami kekalahan ideologis dan dihempaskan sejarah bangsa sebagai pemberontak, secara tragis ditangkap. Di tempat perjuangan terakhirnya, dengan sisa-sisa tenaga dan kesetiaannya terhadap keyakinan, tokoh yang dikenal sebagai Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo ini menyerah pada kenyataan bahwa dia harus menyelamatkan anak dan seluruh keluarganya yang dilibatkannya pada pertempuran ideologis.

Demikian, peristiwa besar tercatat dalam kawasan hutan Ciharus sebagai lokus sejarah. Waktu terus berjalan, bangsa pascakolonial ini terus berusaha meraih kemapanan identitas kenegaraan, sebagai negara yang memiliki hak penuh atas pengelolaan dan perlakuan terhadap tanah air-nya, regulasi pun kemudian dilahirkan, tak terkecuali terkait hutan kawasan Ciharus.
 


Tahun 1979, atas SK Mentan nomor 170/kpts/um kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan Cagar Alam Kamojang, kemudian diperbaharui tahun 1990, point penting dari kelahiran setiap regulasi ini pada intinya adalah untuk menyelamatkan kawasan.


Secara kultural, kawasan ini sebetulnya berada pada kawasan "larang" yang dengan baik sekali mampu "mendisiplinkan" manusia pemilik 'ageman' untuk tidak merusak lingkungan sekitar, di sisi lain secara konstitusional fakta bahwa kawasan ini merupakan kawasan Cagar Alam adalah bukti bahwa negara menghadirkan konsep "larang" dalam bentuk yang lebih aktual, kenyataan berbicara lain, kerusakan hutan Ciharus sejak akhir tahun 1990-an meningkat signifikan. Ilmu pengetahuan mutakhir yang diajarkan dalam dunia pendidikan formal dalam batas tertentu telah gagal memanusiakan kembali manusia yang sebelumnya justru lebih menghargai alam. Di kawasan ini, tidak kurang perusakan dilakukan oleh manusia-manusia yang tidak luput dari dunia pendidikan, secara personal, dan parahnya lagi juga secara institusional.


Fakta (data dari hasil observasi) menyebutkan 90% lebih manusia yang masuk dengan menggunakan motor trail ke kawasan Cagar Alam ini tahu bahwa kawasan Ciharus masuk pada zona lindung, jika dalam konsep masyarakat lama aturan cukup diterapkan dengan konsep "larang" dan dimanifestasikan secara praksis melalui "pamali" serta "mamala" yang menjadi supremasi-nya, di jaman konstitusional masa sekarang ini tentu sanksi dan hukuman formal yang harus berbicara, sayang sekali para pemilik hak "eksekusi" yang memiliki kewajiban untuk menjalankan aturan sama sekali tidak berbuat banyak. Setali tiga uang, data dilapangan menyebutkan justru mereka bagian dari masalah yang secara langsung menjadi pelaku perusakan.

Ada hal yang menarik dari temuan di lapangan, ketika kita mendatangi kantor Pertamina yang menjalankan aktivitas ekplorasi di kawasan ini, dan juga sebagai perusahaan yang memberikan jalan terhadap proses perusakan kawasan hutan, mereka dengan sangat terbuka untuk memberikan setiap informasi terkait relasi perusahaan dan proses dukungan terhadap kelestarian lingkungan. (Jasa Lingkungan)

Dari hasil audiensi, mereka mengaku tidak mengetahui aktivitas trail yang masuk pada kawasan lindung, dengan kemudian menyebutkan bahwa dukungna dalam bentuk bantuan telah banyak digelontorkan untuk kelestarian alam sekitar.


Di kalangan offroader* mereka mengaku bahwa Ciharus adalah tempat yang memang sudah biasa digunakan offroad, dalam pengakuannya mereka menyatakan mendapat ijin dari IMI untuk melakukan offroad dikawasan hutan dan menyatakan bahwa kawasan hutan Ciharus merupakan jalur resmi offroad SABILULUNGAN.**


Tetapi, beberapa offroader juga mengaku memiliki kesadaran untuk menghentikan kegiatan offroad di sana dan siap bekerjasama untuk memulai kampanye hutan Ciharus, ini point penting dan pintu masuk yang baik bagi kelangsungan kampanye, terutama untuk memulai pendekatan persuasif terhadap beberapa klub motor trail.

Di lain pihak, jajaran BBKSDA secara informal siap membuka dialog terkait ketidakmampuan mereka dalam menegakkan supremasi hukum di kawasan hutan Ciharus. Sekiranya, melihat apa yang ada di lapangan, ada banyak peluang bagi siapa pun yang memiliki pandangan dan kepedulian yang sama dalam melihat persoalan hutan Ciharus, diperlukan tenaga, pikiran, dan napas yang panjang untuk terus mengkampanyekan keberadaan hutan Ciharus, dan kelestarian itu bukan tidak mungkin akan kembali pada tanah tinggi yang menjadi salah satu hulu sungai Citarum ini, melainkan pasti, dan harus yakin pasti terjadi... aamiin.

Note:
* Tidak ada yang salah dengan motor trail dan offroad, sepanjang dilakukan di tempatnya, hal tersebut ekuivalen dengan jika kita BAB di tempatnya.
 
**
Respek tinggi buat para offroadders yang juga memiliki respek terhadap kawasan konservasi, yang dalam rencana kampanye "SaveCiharus" menaruh perhatian tinggi... kritik juga tidak melulu ditujukan pada kegiatan motor trail, melainkan segela jenis pencemaran dan pengrusakan di kawasan Ciharus, termasuk kegiatan pendaki gunung (camping) yang semena-mena tanpa memerhatikan etika lingkungan, terutama perihal sampah.


*** IMI belum dikonfirmasi terkait hasil wawancara ini, rasanya tidak mungkin IMI memberikan ijin, apalagi IMI bukan lembaga yang memiliki hak untuk itu.


Tulisan ini dimuat juga di : 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...